Oleh : Ibnu Jarir - XII AGAMA
Pada suatu hari, kami mahasiswa KKN dari IAINU diperintah oleh Kyai desa tempat kami KKN untuk mengisi kegiatan di masjid tempat anak-anak belajar mengaji. Desa itu bernama desa Bendogarap. Anak-anak yang mengaji terdiri dari anak-anak SD sampai SMP sederajat. Kegiatan mengaji dilakukan setiap sore hari. Mereka merasa senang mendengar kabar tersebut dan terlihat antusias saat melihat Mahasiswa KKN datang ke masjid. Mereka dibagi berbagai kelompok dan diisi satu atau dua mahasiswa setiap kelompoknya.
Saya: “Assalamung’alaikum wr, wb,. Apa kabar santri-santri yang pintar?”
Para santri: “Wa’alaikumsalam wr, wb,. Alhamdulillah sehat Pak.”
Saya: “Baik, untuk memulai kegiatan sore ini mari kita awali dengan basmalah.”
(Kami pun membaca basmalah dengan kompak dan khusyuk dalam posisi duduk).
Saya: “Kegiatan apa yang ingin kita lakukan sore ini? Apakah tanya jawab masalah seputar tajwid, bercerita kisah nabi dan sahabat, atau lainnya?”
Fauzi: “Bercerita kisah sahabat nabi, Pak.”
Para santri: “Ya, Pak.”
Saya: “Baik. Siapa yang ingin bercerita terlebih dahulu?”
Para santri: “Pak Ustadz dulu....!”
(Mereka menjawab dengan kompak sambil tersenyum lebar tidak ingin menjadi yang pertama bercerita. Aku pun pasrah mendengar jawaban mereka. Satu lawan sepuluh langsung kalah).
Sobri: “Karena Pak Ustadz yang bercerita, ceritanya yang sekiranya kita jarang mendengar dan membaca, Pak! Supaya pengetahuan kami bertambah.”
(Santri yang lainnya menganggukkan kepala tanda setuju).
Saya: “Sesuai keinginan kalian. Kalau begitu Saya akan bercerita tentang salah satu sahabat nabi yang bernama Abu Hurairah ra.. Siapa yang tahu sahabat nabi yang satu ini?”
Budi: “Saya hanya tahu julukannya, Pak. Beliau dijuluki Bapaknya Kucing atau Abu Hurairah.”
(Santri lainnya ada yang terlihat berpikir, mencoba mengingat dan mayoritas menggelengkan kepala).
Saya: “Bagus, Budi. Sebenarnya nama asli beliau adalah Abdurrahman bin Sakhr al-Dausi. Siapa santri....?”
Para santri: “Abdurrahman bin Sakhr al-Dausi....”
Saya: “Seratus. Lanjut. Setiap julukan pasti memiliki alasan. Budi, kenapa beliau dijuluki Abu Hurairah, bapaknya kucing.”
Budi: “Karena suatu ketika, saat beliau menghadiri majelis Rasulullah Saw. tiba-tiba keluar kucing kecil dari lengan bajunya. Hal itu mengejutkan para sahabat lainnya. Sehingga beliau dijuluki Abu Hurairah, bapaknya kucing. Sejak saat itu beliau akrab disebut dengan julukan tersebut.”
Saya: “Bagus. Santri-santri lainnya sudah paham sekarang?”
Para santri: “Paham. Lanjut, Pak!”
(Mereka menjawab serempak dengan begitu antusias seperti anak kecil yang diberi mainan baru).
Saya: “Baiklah. Dengarkan baik-baik. Sesungguhnya nama Abdurrahman adalah nama yang diberikan oleh Rasulullah Saw. Setelah beliau masuk Islam pada tahun 7 Hijriyah. Nama asli beliau sebelum memeluk Islam adalah ‘Abdu Syams bin Sakhr. Beliau berasal dari kabilah Bani Daus dari Yaman. Abu Hurairah sudah menjadi yatim sejak kecil. Ketika masih muda beliau bekerja pada Basrah binti Ghazawan, yang kemudian dinikahinya setelah beliau memeluk Islam. Santri-santri paham?”
Para santri: “Paham, Pak Ustadz.”
Saya: “Fauzi siapa nama yang diberikan oleh orang tua Abu Hurairah kepada beliau?”
Fauzi: “ ‘Abdu Syams, Pak.”
Saya: “Bagus. Selanjutnya siapa nama istri beliau, Rabi’ah?”
Rabi’ah: “Basrah binti Ghazawan, Pak.”
Saya: “ Seratus. Saya lanjutkan. Beliau masuk Islam pada tahun 7 Hijriyah. Semasa hidupnya beliau adalah seorang pemimpin Suffah. Suffah adalah suatu tempat tinggal para sahabat nabi yang zuhud, terletak di masjid Nabawi. Beliau senantiasa menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT. Dan mencari hadis dari Rasulullah Saw. Beliau termasuk salah satu sahabat yang didoakan Rasulullah Saw. Sehingga beliau mengingat segala sesuatu yang Nabi sampaikan. Abu Hurairah adalah sahabat yang memiliki sifat takwa, wara’, zuhud, ahli ibadah, dan melanggengkan salat malam. Beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan atau menyampaikan hadis dibanding sahabat lainnya. Seperti itulah di antara keistimewaan yang dimiliki oleh Abu Hurairah. Santri paham?”
Para santri: “Paham, Pak.”
Saya: “Baik. Karena hari sudah petang. Kita cukupkan kegiatan bercerita kisah sahabat ini.”
Para Santri: “Baik, Pak Ustadz.”
Saya: “Pesan terakhir dari saya sebelum kita tutup, kita sebagai santri harus bisa meneladani sifat-sifat dan perilaku terpuji para tokoh dari kisah yang kita baca dan ceritakan. Contoh kita harus bisa meneladani sifat dan perilaku terpuji Abu Hurairah seperti takwa, wira’i, zuhud, dan ahli ibadah. Kita tidak dituntut langsung bisa semuanya tetapi kita ambil satu persatu untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Paham?”
Para Santri: “Paham, Pak!”
Saya: “Cukup sekian dari saya, semoga kita bisa berjumpa dan berkumpul kembali.”
Para Santri: “ Ya, Pak. Ami...n.”
Saya: “Mari kita membaca hamdalah bersama”
Para santri: “Alhmdulillahirobbil’alami...n.”
(Saya dan para santri berdoa dengan khusyuk)
Saya: “Wassalamu’alaikum wr, wb.”
Para Santri: “Wa’alaikumsalam wr, wb. Terima kasih.”
Setelah kegiatan selesai semua santri berkumpul dan bersalam-salaman dengan mahasiswa KKN dari IAINU. Wajah mereka terlihat berseri-seri setelah menerima bimbingan dari mahasiswa. KKN termasuk saya. Setelah selesai bersalam-salaman kami pulang ke rumah masing-masing.
NAMA: IBNU JARIR
KELAS: XII AGAMA
NO: 18
(Dikisahkan kembali dalam sebuah cerita sebagai tugas mata pelajaran ilmu hadits, yaitu membuat naskah cerita masa depan dengan konten "Keutamaan Para Sahabat")
Yuks, dukung Ibnu Jarir agar meraih nilai terbaik dengan membagikan cerpen ini serta memberikan komentarnya pada kolom komentar.
lanjutkan karya yg lain
BalasHapusGaya bahasanya mudah dipahami pembaca.
BalasHapusPosting Komentar
Terimakasih berkenan untuk memberikan komentar pada tulisan ini. Mohon hargai sesama dan gunakan bahasa serta penulisan yang baik dan sopan. Beberapa komentar menunggu moderasi terlebih dahulu untuk dapat ditayangkan secara publik. ... salam hormat!